Muhammadiyah Boarding School Bumiayu

Pondok Pesantren Modern Muhammadiyah Boarding School (MBS) Bumiayu Menerima Santri Baru Tahun Pelajaran 2016/2017

Tuesday, 9 February 2016

STRATEGI REKRUTMEN ANGGOTA DAN SIMPATISAN MUHAMMADIYAH

STRATEGI REKRUTMEN ANGGOTA DAN SIMPATISAN MUHAMMADIYAH

Oleh Suyatno[1]
Pendahuluan
Secara kuantitas tidak dapat disangsikan lagi bahwa Muhammadiyah telah mampu memposisikan diri sebagai gerakan sosial keagamaan dan pendidikan yang terbesar di Indonesia bahkan di dunia[2]. Muhammadiyah terbilang memiliki aset amal usaha terbesar di Indonesia, mulai dari sekolah/perguruan tinggi, rumah sakit dan panti jompo. Ini menunjukkan kontribusi Muhammadiyah amat besar bagi perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, banyaknya aset amal usaha diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas untuk menunjang pengelolaan dan pemeliharaan serta meningkatkan ke arah yang lebih baik.
Pada konteks kekinian dan masa datang nampaknya Muhammadiyah yang begitu besarnya kadang agak mengabaikan atau menyepelekan persoalan pengkaderan. Banyaknya kegiatan atau program pengembangan lembaga yang mengarah pada peningkatan pengkaderan masih belum mampu menyentuh pembentukan karakter yang kuat pada individu masing-masing[3]. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali pernah menyatakan “Baik-buruknya organisasi Muhammadiyah pada masa yang akan datang dapat dilihat dari baik-buruknya pendidikan kader yang sekarang ini dilakukan. Jika pendidikan kader Muhammadiyah sekarang ini baik, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang akan baik. Sebaliknya apabila jelek, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang juga jelek.”[4]
Berdasarkan penyataan di atas, Muhammadiyah yang telah dikenal besar dan diakui secara luas harus mawas diri dan menyadari akan keberadaannya saat ini. Jika Muhammadiyah hanya dijadikan kendaraan oleh segelintir orang atau kader yang menyimpang untuk keperluan dirinya sendiri dan hal ini terus didiamkan saja, maka yang terjadi kemudian lambat laun Muhammadiyah hanya tinggal jasadnya saja. Memang diakui bahwa tantangan saat ini lebih besar dan beragam. Kadang kita tidak mengenal mana lawan dan mana kawan.
Untuk itu, Muhammadiyah melalui gerakan sosial, agama dan pendidikannya mengharapkan kader-kader muda Muhammadiyah terus bermunculan dengan tingkat kualitas yang dicita-citakan sehingga kiprah Muhammadiyah tetap ada di mata bangsa Indonesia bahkan dunia. Untuk melihat lebih rinci lagi tentang strategi kaderisasi dalam rangka merekrut anggota dan simpatisan Muhammadiyah yang potensial,  saya mencoba menuangkan sedikit ide dalam tulisan yang sederhana ini.
Kader dan Fungsi Kader
Kader[5] (Perancis: cadre) atau les cadres maksudnya adalah  staf inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Mereka tergolong orang-orang yang terbaik karena terlatih. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah, maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung, pusat semangat dan wawasan masa depannya. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi,  taat asas dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader.
Fungsi dan kedudukan kader dalam suatu organisasi, termasuk di Persyarikatan, menjadi sangat penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi. Di samping itu, kader juga merupakan syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan. Bagi sebuah organisasi, regenerasi kepemimpinan akan sehat karena ditopang oleh keberadaan kader-kader yang berkualitas, selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan energik.
Muhammadiyah sebagai contoh merupakan organisasi masyarakat yang harus mampu menyiapkan kader yang dinamis, energik, dan yang lebih utama berakhlak mulia (akhlakul karimah) serta memiliki daya saing. Untuk mempersiapkan kader-kader yang diinginkan diperlukan sebuah wadah, yaitu semacam perkaderan. Di dalam Muhammadiyah dikenal istilah Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM). SPM ini merupakan hasil revisi atau tinjauan ulang sistem perkaderan yang dimiliki Muhammadiyah sebelumnya tepatnya pada Muktamar ke 45 di Malang. Dalam Muktamar ke-46 mendatang di Yogyakarta, Muhammadiyah perlu kembali mengevaluasi efektivitas sistem perkaderan yang selama ini menjadi pedoman untuk menghasilkan kader-kader persyarikatan yang handal.

Peran Muhammadiyah dalam Pembentukan Kader
Muktamar Muhammadiyah ke-45 telah menghasilkan beberapa kebijakan organisasi dan program kerja dalam berbagai bidang, baik yang bertujuan jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan program jangka panjang Muhammadiyah (2005–2025) adalah “Tumbuhnya kondisi dan faktor pendukung bagi perwujudan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.” Sedangkan dalam konteks Program Nasional Bidang Kaderisasi dinyatakan rencana strategis untuk “Membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan serta peran dan ideologi gerakan Muhammadiyah dengan mengoptimalkan sistem perkaderan yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan.”[6] Rencana strategis tersebut menggarisbawahi tiga kata kunci yang penting, yaitu: pelaku gerakan, ideologi gerakan Muhammadiyah, dan sistem perkaderan. Pelaku gerakan terdiri dari pemimpin, kader, dan anggota/warga Persyarikatan. Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh pelaku gerakan yang berkualitas adalah terjaganya ideologi gerakan Muhammadiyah atau keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Ideologi gerakan Muhammadiyah ini termasuk materi induk dalam sistem kaderisasi atau perkaderan Muhammadiyah. Keterkaitan dan kesinambungan dari tiga kata kunci itu menjadi bagian yang strategis untuk kepentingan gerakan Muhammadiyah. Keberadaan kader dan perkaderan yang bermutu tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi keberlanjutan gerak dan perjuangan Muhammadiyah sekarang dan di masa depan.
Perkaderan merupakan program dan kegiatan yang tidak akan pernah kunjung selesai (never ending job) dalam tubuh Persyarikatan. Di samping itu pula misi dan program kerja Persyarikatan, pelaksanaannya membutuhkan peran dan fungsi kader. Terkait dengan hal itu semua, maka kebutuhan terhadap sistem perkaderan yang tertata dengan baik dan feasibel tidak bisa ditunda-tunda lagi. Sistem perkaderan ini bukan saja mempertegas fungsi dan tujuan kaderisasi formal di Muhammadiyah, tetapi juga memuat format baru perkaderan yang tidak kalah pentingnya bagi kemajuan Muhammadiyah di masa akan datang.
Semua komponen Muhammadiyah harus mampu memformat bentuk perkaderan yang sifatnya lokal dan memahami aspek antropologis dan ekonomi masyarakat, dengan tetap berpedoman pada format pengkaderan secara nasional, serta nilai-nilai idiologis Muhammadiyah. Dialog generasi tua atau Muhammadiyah saat ini dengan para kader-kader muda perlu diintensifkan untuk memformulasi gerakan dakwah yang feasible di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, mampu hadir sebagai penjawab atas pelbagai kegagalan yang dilakukan pemerintah daerah dalam pembangunan. Gerakan mewujudkan keadilan sosial merupakan gerakan tepat, untuk menjawab tantangan dakwah di berbagai daerah.
Muktamar Muhammadiyah di Malang telah menetapkan Garis Besar Program Perkaderan, yang menjadi amanah untuk dikelola oleh Majelis Pendidikan Kader, yaitu :
  1. Meningkatkan kualitas perkaderan dalam segala aspek, meliputi: materi, pengelolaan, metode, strategi, dan orientasi perkaderan agar lebih relevan dan kompatibel dengan kepentingan dan kebutuhan para kader;
  2. Meningkatkan kompetensi kader yang meliputi kompetensi akademis dan intelektual, dan kompetensi sosial kemanusiaan guna menghadapi tantangan organisasi masa depan;
  3. Transformasi kader secara terarah dan kontinu guna memberi peluang bagi kader dalam mengaktualisasikan potensi dan kompetensinya di Muhammadiyah, serta memperluas akses ke berbagai bidang dan profesi di luar Persyarikatan;
  4. Pemberdayaan AMM yang terdiri dari tiga unsur, yaitu anggota organisasi-organisasi otonom Angkatan Muda Muhammadiyah, anggota keluarga warga Muhammadiyah dan pelajar/ mahasiswa serta lulusan lembaga pendidikan Muhammadiyah;
  5. Penguatan sekolah-sekolah kader Muhammadiyah seperti Madrasah Mu`allimin/Mu`allimat Muhammadiyah, Pondok Hj. Nuriyah Shabran, PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah), Pondok Pesantren Darul Arqom Muhammadiyah, dan lain-lain dengan pengawasan yang intensif;
  6. Pemantapan dan peningkatan pembinaan ideologi gerakan di kalangan kader, pimpinan, dan anggota persyarikatan sebagai basis solidaritas dan kekuatan perjuangan dalam mewujudkan tujuan Muhammadiyah[7].
Dari keenam program pengembangan kader, Nampak jelas bahwa Muhammadiyah melalui Majelis Kadernya berupaya melakukan peningkatan, pemberdayaan, penguatan dan pemantapan SDM-nya dalam rangka menghasilkan kader-kader Muhammadiyah yang mampu menjawab tantangan jaman.
Peran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam pengembangan kaderisasi
Pada tataran yang lebih sempit, kiprah Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dapat dikatakan wadah perkaderan yang paling signifikan di mana pembentukan ke arah pendewasaan karakter pada setiap individu begitu besar. PTM di seluruh Indonesia tentunya memiliki komitmen yang sama untuk membesarkan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan di mana para mahasiswa (baca: intelektual muda) dikenalkan pemahaman-pemahaman Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, visi dan misi persyarikatan Muhammadiyah dan PTM itu sendiri serta kajian-kajian ilmu-ilmu akademik yang relevan. Pengenalan ini setidaknya mampu membentuk karakter dan kapasitas intelektual muda akan jiwa kepemimpinan dan Islami. Berikut ini beberapa strategi pengembangan yang dapat dilakukan PTM untuk tercapainya kader-kader yang memiliki visi, misi dan tujuan Muhammadiyah. Karena cakupannya PTM, maka kader-kader yang dimaksud adalah kader IMM.
Pertama, PTM perlu mendorong dan memberikan kebebasan akan perubahan pikiran, sikap, persepsi dan pencerahan bagi IMM agar para anggotanya menjadi kaum pemikir bebas yang tercerahkan dan senantiasa memiliki paradigma ilmiah dalam memandang persoalan-persoalan politik kebangsaan.
Kedua, PTM perlu memandang IMM sebagai salah satu gerakan yang telah berperan besar dalam perubahan politik bangsa Indonesia sehingga IMM tetap mampu memiliki agenda kebangsaan.
Ketiga, PTM harus menyadari sepenuhnya bahwa tantangan dunia global tidak bisa dihindarkan. Untuk itu, kampus sebagai tempat lahirnya kader-kader IMM harus memberikan ranah pemahaman akan segala hal yang terkait dengan pergesekan dan pergeseran arus globalisasi sehingga IMM dapat bersikap dan siap berkompetisi terhadap realitas global serta menjadi kader-kader yang berkualitas, di antaranya melalui pembangunan kemampuan dan kapabilitas (kompetensi) personal maupun kolektif.
Keempat, PTM perlu mendorong IMM dan kader-kadernya untuk terus meningkatkan keilmuannya untuk terhindar dari kejumudan sehingga di dalam tubuh IMM akan lahir paradigma baru bagi terciptanya masyarakat yang ilmiah.
Kelima, PTM dapat dijadikan tumpuan bagi IMM dalam penyelarasan ideologis dengan ketajaman analisis terhadap persoalan-persoalan bangsa yang terjadi saat ini.
Terakhir, PTM harus menjadi ujung tombak bagi tumbuh dan berkembangnya IMM di kalangan mahasiswa dengan melakukan proses pembudayaan tertib berorganisasi dan menimba ilmu yang diikuti dengan tertib beribadah.
Strategi Rekrutmen Anggota dan Simpatisan Muhammadiyah
Setelah melihat upaya yang dapat dilakukan Majelis Kader Muhammadiyah dan PTM di Indonesia untuk mengembangkan kader-kader Muhammadiyah, nampaknya masih perlu optimalisasi. Sebagian orang masih mengkhawatirkan, termasuk saya, dalam mengamati perkembangan perkaderan di tubuh Muhammadiyah. PTM merupakan ladang perekrutan kader yang paling berpotensi. Namun, kadang lemahnya jaringan antar PTM di Indonesia menyebabkan konsolidasi dan koordinasi menjadi terganggu sehingga berdampak pada lemahnya pembinaan kaderisasi.
Terkait dengan hal tersebut di atas, mandegnya proses kaderisasi akan berdampak pada lemahnya proses rekrutmen anggota dan simpatisan Muhammadiyah. Tidak dapat disangkal, masih banyak ditemukan mahasiswa di PTM yang secara otomatis menjadi anggota IMM dan seharusnya menjadi anggota Muhammadiyah yang belum memberikan kontribusi nyata dalam aktivitas yang dilakukan PTM, misalnya berbagai kegiatan yang dilakukan belum mampu menyentuh keterlibatan mahasiswa untuk berperan serta. Belum persoalan lainnya, di mana setelah mahasiswa lulus, label Muhammadiyah yang melekat selama menjadi mahasiswa tidak muncul lagi di tengah-tengah masyarakat. Dan masih banyak lagi. Berlatar masalah ini, saya mencoba menguraikan strategi rekrutmen anggota dan simpatisan Muhammadiyah sebagai bahan diskusi untuk menghasilkan pola perkaderan yang lebih baik ke depannya.
Saya mengawali dari persoalan yang sederhana yang dilakukan, Agus Sukaca[8], seorang Ketua PWM Kalimantan Timur, yang melakukan upaya pembinaan secara intensif dalam sebuah jama’ah dalam pengajian dan kursus-kursus dengan melibatkan seorang kader Muhammadiyah. Kader Muhammadiyah yang telah terlatih dan terpilih itu bertugas (1) memotivasi dan  menjaga agar masing-masing anggota jamaahnya mengikuti pengajian rutin dan kursus-kursus yang diselenggarakan; (2) membimbing anggota jamaah mengamalkan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya; (3) menjaga agar anggota jamaahnya senantiasa berada dalam jamaah, dan tidak keluar dari jamaah sampai akhir hayat, (4) Apabila anggota jamaahnya pindah tempat tinggal, ia menghubungkan dengan jamaah yang ada di tempat tinggalnya yang baru dan menyerahkannya kepada pemimpin jamaahnya untuk pembinaan lebih lanjut; dan (5) menduplikasikan kemampuannya memimpin jamaah kepada anggota-anggotanya dengan mensponsori mereka menjadi kader. Dengan dipimpin oleh pemimpin Jamaah (kader Muhammadiyah) inilah, anggota dan simpatisan Muhammadiyah diproses dalam sistem pembinaan melalui pengajian dan kursus.
Sangat menarik kita amati bagaimana kader Muhammadiyah memiliki tanggungjawab yang tinggi untuk membina jamaah, yang secara tidak langsung mampu merekrut menjadi anggota dan simpatisan Muhammadiyah.
Gambaran hal tersebut di atas, setidaknya melalui proses pengkajian dan tahapan yang cukup lama. Margaret A. Richardson[9] menyatakan bahwa agar perekrutan anggota menjadi berhasil, diperlukan beberapa proses, di antaranya: (1) pengembangan kebijakan rekrutmen dan sistem yang memberikan hidup untuk kebijakan; (2) penilaian kebutuhan untuk menentukan saat ini dan masa depan sumber daya manusia; (3) identifikasi di dalam dan di luar organisasi, berupa potensi sumber daya manusia dan persaingan kemungkinan untuk pengetahuan dan keterampilan di dalamnya; (4) melakukan analisis dan evaluasi untuk mengidentifikasi aspek-aspek individu di setiap tugas dan menghitung nilai relatif; (5) penilaian kualifikasi profil, yang diambil dari deskripsi pekerjaan yang mengidentifikasikan tanggung jawab dan keterampilan yang diperlukan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman; (6) menentukan kemampuan organisasi untuk memberikan kesejahteraan dalam periode tertentu; dan (7) melakukan identifikasi dan dokumentasi proses perekrutan dan seleksi untuk memastikan keadilan dan kepatuhan pada kesempatan yang sama dan hukum lainnya.
Mengacu dari apa yang dijelaskan di atas, Muhammadiyah perlu melakukan beberapa tahapan atau analisis terkait dengan proses rekrutmen agar pencapaian yang menjadi tujuan akhir dapat diwujudkan. Kajian model ini tentunya membutuhkan waktu yang cukup lama.
Setelah melakukan kajian analisis, strategi proses rekrutmen anggota dan simpatisan Muhammadiyah dapat dilakukan setidaknya dengan dua cara, di antaranya:
  1. Rekrutmen internal, yaitu melakukan pemantapan pemahaman ideologi Muhammadiyah di kalangan teman-teman, saudara, dan anggota keluarga sendiri
  2. Rekrutmen eksternal, yaitu melakukan perluasan-perluasan akses ke wilayah-wilayah yang dianggap memiliki potensi SDM. Khusus rekrutmen ini, rekrutmen dilakukan dengan keterbukaan, transparansi dan selektif.
Kedua jalur proses perekrutan di atas dapat dijadikan acuan bagi Muhammadiyah guna mengantisipasi perkembangan persyarikatan yang telah berumur satu abad. Cakupan ke depan, setidaknya tidak hanya fokus pada kuantitas (quantity focus), yaitu banyaknya anggota dan simpatisan Muhammadiyah, tapi yang terpenting adalah kualitas (quality focus), di mana di era globalisasi, Muhammadiyah memerlukan anggota dan simpatisan yang benar-benar memiliki pemahaman ideologi yang utuh, handal, mampu menjawab tantangan jaman, dan berkontribusi untuk peningkatan persyarikatan Muhammadiyah dan bangsa.
Saya secara pribadi mendorong strategi rekrutmen anggota dan simpatisan secara internal. Pertimbangannya adalah bagaimana kita dapat menjaga dan memberdayakan yang sudah ada. Pemberdayaan atas teman-teman, saudara, dan anggota keluarga sendiri dimungkinkan melalui kegiatan diskusi, pengajian, bakti sosial, dan kegiatan-kegiatan tidak formal lainnya. Namun yang perlu diperhatikan, walaupun dilakukan secara internal, desain atau format rekrutmennya harus jelas mana anggota dan simpatisan yang dimaksud.
Muhammadiyah di usianya yang telah satu abad, perlu merevitalisasi atau melakukan bid’ah dalam strategi rekrutmen anggota dan simpatisan Muhammadiyah. Pola rekrutmen internal dan eksternal dapat dilakukan secara bersamaan. Untuk menunjang pola rekrutmen tersebut, tentunya perbaikan model perkaderan harus dilakukan terlebih dahulu dalam rangka mempersiapkan kader-kader yang handal yang dapat membina dan mengembangkan serta memperluas anggota dan simpatisan Muhammadiyah.
Penutup
Bagian akhir ini, saya mencoba simpulkan bahwa untuk merekrut anggota dan simpatisan Muhammadiyah diperlukan proses dan kerja keras. Langkah awal yang harus dilakukan adalah pelatihan kaderisasi untuk menghasilkan kader-kader terpilih. Langkah berikutnya, melakukan analisis proses rekrutmen agar capaiannya sesuai yang diharapkan. Terakhir, mengimplementasikan strategi rektrutmen anggota dan simpatisan secara internal dan eksternal.
Daftar Pustaka
Agus Sukaca. Mewujudkan Pribadi Muslim yang Sebenar-benarnya: Langkah Terpenting Dalam Mewujudkan Masyarakat Islam Yang Sebenar-Benarnya (http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=1197), diakses pada tanggal 8 Januari 2010
Berita Resmi Muhammadiyah No. 01/2005
Margaret A. Richardson. Recruitment Strategies Managing/Effecting the Recruitment Process.  Sebuah Makalah yang dipublikasikan dalam website.
Muhammadiyah Dulu, Kini Dan Nanti. Dikirim oleh Dahnil Anzar Simanjuntak http://buetynasircentre.com/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=83
Suyatno. Masa Depan Pendidikan dan Kaderisasi Muhammadiyah: Tantangan dan Harapan. Makalah ini disampaikan dalam Muktamar Pemikiran Islam oleh Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang dan Al-Maun Institute Jakarta pada tanggal 12 Februari 2008 di Malang
Suyatno. Peran Kampus dalam Pengembangan IMM. Disampaikan dalam Pokok-pokok Pikiran dalam Muktamar IMM XIII di Bandar Lampung, 27-31 Mei 2008
Suyatno. Perkaderan dan Agenda Pembentukan Kader Politik Berakhlak Mulia di Pentas Nasional. Disampaikan dalam Pengkajian Ramadhan 1429 H Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Muhammadiyah Membangun Etika Politik dan Peran Kebangsaan di Jakarta tanggal 10 September 2008.
Tanfidz Keputusan Rakerpim BPK PP Muhammadiy

[1] Prof. Dr. H. Suyatno, M.Pd. adalah Rektor UHAMKA dan Bendahara Dikdasmen PP Muhammadiyah [2] Saat ini Muhammadiyah dalam bidang pendidikan telah memiliki 3.979 Taman Kanak-kanak, 33 Taman Pendidikan Al-Qur’an, 6 Sekolah Luar Biasa, 940 Sekolah Dasar, 1.332 Madrasah Diniyah/Ibtidaiyyah, 2.143 Sekolah Lanjutan Pertama (SMP dan MTs), 979 SLTA (SMA, MA, SMK), 101 Sekolah Kejuruan, 13 Muallimin/Muallimat, 3 Sekolah Farmasi, serta 64 Pondok Pesantren. Dalam bidang pendidikan tinggi, Muhammadiyah memiliki 36 Universitas, 72 Sekolah Tinggi, 54 Akademi serta 4 buah Politeknik.
[3] Ada kader Muhammadiyah di sebagian wilayah tertentu ditengarai justeru tidak menunjukkan semangat dakwah menuju masyarakat yang berkeadilan sosial.
[4] Tanfidz Keputusan Rakerpim BPK PP Muhammadiyah tahun 1993 hlm. 48
[5] Dalam pengertian lain, kader (Latin: quadrum), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan inti dan tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen.
[6] Berita Resmi Muhammadiyah No. 01/2005, hlm. 63
[7] Muhammadiyah Dulu, Kini Dan Nanti. Dikirim oleh Dahnil Anzar Simanjuntak http://buetynasircentre.com/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=83
[8] Agus Sukaca. Mewujudkan Pribadi Muslim yang Sebenar-benarnya: Langkah Terpenting Dalam Mewujudkan Masyarakat Islam Yang Sebenar-Benarnya (http://suara-muhammadiyah.com/2009/?p=1197), diakses pada tanggal 8 Januari 2010
[9] Margaret A. Richardson. Recruitment Strategies Managing/Effecting the Recruitment Process.  Sebuah Makalah yang dipublikasikan dalam website.

No comments: