Disampaikan oleh Amir Hady[2]
Kader (Perancis:cadre) atau les cadres maksudnya
adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih, dalam lingkup dan
lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader
bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam
suatu kepemimpinan lemah,maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan
lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini
sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan,
militan, dan penuh semangat.
Dalam pengertian lain, kader (Latin:quadrum), berarti empat
persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan
sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan
tulang punggung (kerangka) dari kelompok yang labih besar dan
terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang-orang yang
berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi,
taat asas dan berinisiatif, yang dapat disenut sebagai kader.
Fungsi dan posisi kader dalam suatu organisasi, termasuk di
Persyarikatan, dengan demikian menjadi sangat penting karena kader dapat
dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi. Di samping itu, kader
juga merupakan syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi
kepemimpinan.
Bagi sebuah organisasi, regenerasi kepemimpinan yang sehat karena
ditopang oleh keberadaan kader-kader yang qualified, selain akan
menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya
akan segar dan enerjik. Keberadaan kader bagi Muhammadiyah-dengan
kualifikasi dan kompetensinya-seolah memanifestasikan sosok ciptaan
Allah yang terbaik (khairul bariyyah-QS.Al-Bayyinah/96:7); bagian dari umat yang terbaik (khairu ummah-QS.Ali Imran/3:110); serta semisal flora yang kokoh dan menawan, yang dalam QS.Al-Fath/48:29 diungkapkan;
“......Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas
itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak
Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan
kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan
pahala yang besar.”
Jika Persyarikatan tidak merancang dan menyiapkan para kadernya secara
sistematis dan organisatoris, maka dapat dipastikan bahwa Muhammadiyah
sebagai suatu organisasi akan lemah lunglai, loyo tidak berkembang,
tidak ada aktivitas dan tidak memiliki prospek masa depan. Karena itu
setiap organisasi haruslah memiliki konsep yang jelas, terencana dan
sistematis dalam menyiapkan dan mengembangkan suatu sistem yang menjamin
keberlangsungan transformasi dan diversifikasi kader serta regenerasi
kepemimpinan.
Ada dua kosakata yang perlu diklarifikasi terlebih dahulu untuk bisa
memahami Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), yaitu:sistem dan
perkaderan. Secara leksikal, sistem berarti seperangkat unsur yang
secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu kesatuan atau
totalitas (a set or arrangement of things so related or connected as to form a unity or organic whole).
Kemudian tentang perkaderan, pengucapan dan penulisannya sering
tertukar dengan pengaderan atau pengkaderan. Pengaderan adalah : proses,
cara, perbuatan mendidik atau membentuk seseorang menjadi kader. Namun
perlu diingat, dalam “pengaderan” ini, posisi kader atau orang yang ikut
ddalam training menjadi obyek dan pasif sebagai orang yang dididik atau dibentuk menjadi kader.
Sedangkan perkaderan, berasal dari kata dasar kader ditambah prefiks_nominal per dan sufiks an (perihal, yang berhubungan dengan, antara lain, kader). Dalam “perkaderan”, posisi kader atau orang yang ikut training menjadi subyek dan aktif. Jadi, yang pas dipergunakan dalam SPM adalah perkaderan.
Dengan demikian, pengertian Sistem Perkaderan Muhammadiyah
(SPM) adalah: “Seperangkat unsur dan keseluruhan komponen yang secara
teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas yang
berhubungan dengan kader dan kaderisasi di Muhammadiyah.”
Sebagai sebuah sistem, unsur-unsur yang terkandung dalam SPM berupa :
tujuan perkaderan Muhammadiyah; arah perkaderan Muhammadiyah; profil
kader Muhammadiyah; jenis dan bentuk perkaderan; struktur penjenjangan
kader; kurikulum perkaderan; dan pengorganisasian perkaderan. Dalam hal
ini, sistem perkaderan yang dimiliki olah ortom, juga merupakan bagian
dari SPM.
Sebagai sebuah sistem dan kesatuan yang utuh, maka SPM berlaku bagi
semua jajaran dan komponen Persyarikatan. Konsekkuensinya SPM juga
memuat atau mencakup seluruh bentuk dan jenis kaderisasi dan pelatihan
yang diterapkan di Muhammadiyah, baik secara vertikal maupun horizontal.
Yang dimaksud dengan vertikal adalah SPM berlaku bagi seluruh pimpinan
Mihammadiyah, mulai dari Pusat sampai dengan Ranting, sebagai acuan dan
pola dalam pelaksanaan kadersisari secara optimal sesuai dengan
tingkatan masing-masing. Sedangkan yang dimaksud dengan horizontal
adalah SPM berlaku dan mengikat seluruh Unsur Pembantu Pimpinan (majlis
dan lembaga), Ortom, dan Amal Usaha Muhammadiyah diseluruh jenjang
kepemimpinan Muhammadiyah untuk dilaksanakan sebagai acuan dan pola
kaderisasi.
Karena bersifat mengikat dan menyeluruh seperti itu, maka sistem
perkaderan yang dimiliki masing-maing ortom menjadi bagian dari SPM.
Maing-maing ortom melaksanakan program dan kegiatan perkaderanya
berdasarkan kekhasan masing-masing dengan tetap mengacu dan mengindahkan
konsep dasar, prinsip dan kurikulum dalam SPM secara konsisten.
Sedang pelatihan dan training yang ada dan dimiliki oleh majlis
dan/atau lembaga semuanya termasuk dalam SPM yang dikatagorikan sebagai
jenis perkaderan fungsional. Karena termasuk bagian SPM, maka dalam
perkaderan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh ortom dan majlis atau
lembaga tersebut harus mengandung muatan materi pokok dari kurikulum
SPM.
Kemudian, sebagai bagian dari SPM, maka untuk kegiatan pelatihan atau
training dalam program kegiatan yang diselenggarakan oleh unsur pembantu
pimpinan, masing-masing cukup menyusun panduan pelatihan atau pedoman
pelaksanaan saja. Jadi tidak perlu membuat sistem perkaderan sendiri,
untuk menghindari kesalahpahaman ada lebih dari satu sistem perkaderan
Muhammadiyah.
Dalam kesatuan sistem, maka pelksanaan perkaderan, baik di lingkungan
Unsur pembantu pimpinan, ortom, maupun AUM harus selalu dalam koordinasi
dengan Mejlis Pendidikan Kader (MPK) di masing-masing tingkatan
pimpinan persyarikatan. Untuk efektivitas perencanaan dan pelaksanaan
perkaderan, pimpinan AUM (bersama majlis/lembaga yang membawahinya)
berkoordinasi langsung dengan MPK. Sesuai dengan fungsi, tugas dan
wewenang yang diamanahkan kepada MPK, maka hal ini menjadi bagian dari
fungsi MPK dalam perkaderan.
Terbentuknya kader Muhammadiyah yang memiliki ruh (spirit) serta
mempunyai integritas dan kompetensi untuk berperan di Persyarikatan,
dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa serta konteks global.
Perkaderan pada hakekatnya merupakan pembinaan personel anggota dan
pimpinan secara terprogram dengan tujuan tertentu bagi Persyarikatan.
Dalam Muhammadiyah perkaderan dititikberatkan pada pembinaan idiologi;
pembinaan kepemimpinan; membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan,
idiologi gerakan dan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh
dan berorientasi ke masa depan.
Denngan demikian, perkaderan Muhammadiyah menjadi upaya penanaman
nilai, sikap dan cara berpikir, serta peningkatan kompetensi dan
integritas terutama dalam aspek idiologi, kualitas kepemimpinan, ilmu
pengetahuan dan wawasan bagi segenap pipmpinan, kader dan anggota/warga
Muhammadiyah. Dengan kata lain, dalam perkaderan harus terjadi
penyadaran, peneguhan dan mengayaan. Upaya ini bisa dipahami dalam
rincian berikut.
1. Pembinaan Keislaman
a. Penanaman nilai-nilai Islam sesuai dengan pandangan Muhammadiyah
b. Pembinaan aqidah
c. Pembinaan ibadah
d. Pembinaan akhlaq
e. Pembinaan mu’amalah duniawiyah
2. Pembinaan Jiwa Persyarikatan
a. Pemahaman sejarah dan dinamika garakan pembaharuan dan
pemikiran Islam dalam konteks memahami Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam
b. Meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah
c. Penguatan etika dan kultur bermuhammadiyah
d. Penguasaan strategi perjuangan Muhammadiyah
3. Pembinaan Keilmuan dan Wawasan
a. Pengembangan penguasaan metodologi keilmuan dan berpikir ilmiah
b. Penguasaan disiplin ilmu dan aplikasi teknologi sesuai bidang keahlian masing-masing.
c. Pengembangan wawasan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
d. Pemahaman dinamika dan peta perjuangan umat Islam
4. Pembinaan Kepemimpinan dan Menajemen
a. Kemampuan leadership
b. Pemahaman kemampuan manajeman organisasi
c. Penguasaan manajeman gerakan, manajemen ide, kemampuan advokasi dan kemampuan pengambilan keputusan/kebijakan
d. Kemampuan manajemen pengembangan masyarakat
e. Pemahaman program Muhammadiyah
5. Pembinaan Penguasaan Keterampilan, Informasi dan Keilmuan
a. Pengembangan potensi diri kader sesuai minat dan bakatnya
b. Pengembangan kecakapan/keahlian dan profesi tertentu seperti
kemampuan analisis kebijakan publik, tehnik rekayasa sosial,
tehnik-tehnik advokasi dan strategi dakwah
c. Pengembangan kemampuan penguasaan dan pemanfaatan teknologi
informasi, jaringan media, internet dan komputer dalam kajian dari
situasi agama serta analisis data untuk keperluan dakwah Islam
Melalui kurikulam, metode, strategi dan proses yang ditentukan, maka
dengan penekanan pada pembinaan keempat aspek tersebut diharapkan bahwa
perkaderan Muhammadiyah dapat mencapai tujuannya, yakni terbentuknya
kader Muhammadiyah yang cakap dan kompeten untuk berperan di
Persyarikatan, dalam kehidupan umat dan dinamika bangsa serta konteks
global.
Di bagian awal telah dijelaskan bahwa kader berarti elite, yakni bagian
terpilih dan terbaik karena terlatih. Bararti pula jantung suatu
organisasi. Kader juga berarti inti tetap dari suatu resimen. Daya juang
resimen ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang
punggung, pusat semangat dari inti gerakan suatu organisasi. Karena itu
hanya orang-orang yang bermutu itulah, yang terpilih dan berpengalaman
dalam berbagai medan perjuangan, yang taat dan berinisiatif, yang dapat
disebut kader.
Kader Muhammadiyah sebagai hasil dari proses perkaderan adalah anggota
inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan
tugas serta misi di lingkungan Persyarikatan, umat dan bangsa guna
mencapai tujuan Muhammadiyah. Karena itu hakekat kader Muhammadiyah
bersifat tunggal, dalam arti hanya ada satu profil kader Muhammadiyah.
Sedangkan fungsi dan tugasnya bersifat majemuk dan berdimensi luas,
yakni sebagai kader Persyarikatan, kader umat dan kader bangsa.
Sesuai dengan materi pembinaan dalam perkaderan, maka kader
Muhammadiyah tersebut harus memiliki kriteria tertentu dalam aspek
ideologi, ilmu pengetahuan, wawasan, dan kepemimpinan, sehingga kualitas
Iman, Islam dan Ihsan terpadu pada dirinya dalam menjalankan tugas
Persyarikatan. Profil kader Muhammadiyah harus mampu menunjukkan
integritas dan kompetensi akademis dan intelektual, kompetensi
keberagamaan dan kompetensi sosial-kemanusiaan guna menghadapi tantangan
organisasi di masa depan.
Integritas dan kompetensi kader Muhammadiyah dalam tiga aspek ini dapat
dipahami dalam nilai-nilai dan indikatornya sebagai berikut:
1. Kompetensi keberagamaan, dicirikan dengan nilai-nilai:
a. Kemurnian aqidah (keyakinan berbasis tauhid yang bersumber pada ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi yang sahih/maqbullah)
b. Ketekunan beribadah (senantiasa menjalankan ibadah mahdhah,
baik yang wajib maupun yang sunnat tathawwu’ sesuai tuntunan Rasullah)
c. Keikhlasan (melakukan sesuatu semata-mata karena Allah SWT)
d. Shidiq (jujur dan dapat dipercaya)
e. Amanah (komitmen dan tanggung jawab moral yang tinggi dalam mengemban tugas)
f. Berjiwa gerakan (semangat untuk aktif dalam Muhammadiyah sebagai panggilan jihad di jalan Allah)
2. Kompetensi akademis dan intelektual, dicirikan dengan nilai-nilai :
a. Fathonah (kecerdasan pikiran sebagai Ulul Albab)
b. Tajdid (pembaruan dan berpikiran maju dalam mengembangkan kehidupan sesuai ajaran Islam)
c. Istiqomah (konsisten dalam pikiran dan tindakan)
d. Etos belajar (semangat dan kemauan keras untuk selalu belajar)
e. Moderat (arif dan mengambil posisi di tengah)
3. Kompetensi sosial kemanusiaan, dicirikan dengan nilai-nilai :
a. Kesalehan (kepribadian yang baik dan utama)
b. Kepedulian sosial (keterpanggilan dalam meringankan beban hidup orang lain)
c. Suka beramal (gemar melaksanakan amal saleh untuk kemaslahatan hidup)
d. Tabligh (menyampaikan kebaikan kepada orang lain, komunikatif dan terampil membangun jaringan)
Dalam menjalankan tugas yang diembannya di manapun dan dalam suasana
apapun, dengan tiga jenis kompetensi itu setiap kader Muhammadiyah
hendaknya mempunyai cara berpikir, sikap mental, dan kesadaran
berorganisasi, serta keikhlasan dalam bingkai khas Persyarikatan:
1. Memahami hakikat Islam secara menyeluruh yang mencakup aspek
aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah duniawiyah, bersumberkan Al Qur’an
dan As Sunnah Al Maqbullah.
2. Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridha Allah semata-mata.
3. Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dalam segenap aspek
kehidupannya, dan berusaha untuk menegakkan Islam dalam kehidupan
pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat, sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
4. Memiliki semangat jihad untukmemperjuangkan Islam
5. Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam, baik korban waktu, harta, tenaga, bahkan nyawa sekalipun.
6. Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan, menegakkan dan
memperjuangkan Islam, dengan arti kata tidak mundur karena ancaman dan
tidak terbujuk dengan rayuan dan selalu istiqomah dalam kebenaran
7. Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disuai dan tidak disukai selama berada dalam kebenaran
8. Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat
9. Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
10. Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.
Sumber : Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM), MPK PP Muhammadiyah, 2007
Berkata KHA.Dahlan:
(Sumber: Ajaran KHA.Dahlan dengan 17 Kelompok Ayat-Ayat Al Qur’an, p.28;KRH.Hadjid)
1. Carilah harta benda dengan jalan halal dengan segala kekuatan
tenaga dan jangan malas, sehingga mendapatkan harta benda dengan
sebaik-baiknya.
2. Setelah mendapat, pakailah untuk keperluan dirimu, anak
istrimu dengan secukupnya, jangan terlalu mewah, jangan mementingkan
kemewahan-kemewahan yang melampaui batas.
3. Kemudian kelebihannya hendaklah didermakan pada jalan Allah.
Rasulullah SAW bersabda :”Sesungguhnya orang yang kaya itu adalah
orang yang hatinya tidak membutuhkan harta, dan orang fakir itu adalah
orang yang hatinya sangat suka kepada harta”.(Sumber: Ajaran KHA.Dahlan dengan 17 Kelompok Ayat-Ayat Al Qur’an, p.28;KRH.Hadjid)
No comments:
Post a Comment