Kepribadian Muhammadiyah
Oleh : Tarqum Aziz
A. Latar Belakang
Muhammadiyah adalah persyarikatan yang
merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya ialah Dakwah Islam dan Amar
Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua bidang yaitu perseorangan
dan masyarakat. Dakwah dan Amar Ma’ruf nahi Munkar pada bidang pertama
terbagi kepada dua golongan. Pertama, kepada yang telah Islam bersifat
pembaharuan (tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran Islam yang asli
dan murni; dan yang kedua kepada yang belum Islam, bersifat seruan dan
ajakan untuk memeluk agama Islam.
Adapun da’wah Islam dan Amar Ma’ruf nahi
Munkar bidang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat kebaikan dan
bimbingan serta peringatan. Kesemuanya itu dilaksanakan dengan dasar
taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.
Dengan melaksanakan dakwah Islam dan amar
ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai,
Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, ialah
“Terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
B. Rumusan Masalah
1. Seberapa pentingkah kepribadian islami itu ?
2. Apa saja sifat – sifat dasar muhammadiyah itu ?
3. Mengapa kita harus memahami konsep kepribadian muhammadiyah ?
C. Tujuan
1. Mengerti betapa pentingnya berkpribadian muhammadiyah.
2. Menjadi acuan atau pedoman untuk menjadi lebih baik kedepannya.
3. Menjadi manusia yang lebih baik di berbagai aspek kehidupan.
A. Sejarah Dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah
“Kepribadian Muhammadiyah” ini timbul pada waktu Muhammadiyah dipimpin
oleh Bapak Kolonel H.M. Yunus Anis, ialah pada periode 1959-1962.
“Kepribadian Muhammadiyah” ini semula berasal dari uraian Bapak H.
Faqih Usman, sewaktu beliau memberikan uraian dalam suatu latihan yang
diadakan Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada saat itu
almarhum KH. Faqih Usman menjelaskan bahasan yang berjudul: “Apa sih Muhammadiyah itu?”
Kemudian oleh Pimpinan Pusat dimusyawarahkan bersama-sama Pimpinan
Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur (HM. Saleh Ibrahim), Jawa Tengah (R.
Darsono), dan Jawa Barat (H. Adang Afandi). Sesudah itu disempurnakan
oleh suatu Tim yang antara lain, terdiri dari: KH. Moh.Wardan, Prof. KH.
Farid Ma’ruf, M. Djarnawi Hadikusuma, M. Djindar Tamimy; kemudian turut
membahas pula Prof.H. Kasman Singodimejo SH. di samping pembawa
prakarsa sendiri KH. Faqih Usman.
Setelah urusan itu sudah agak sempurna, maka diketengahkan dalam Sidang
Tanwir menjelang Muktamar ke 35 di Jakarta (Muktamar Setengah Abad).
Dan di Muktamar ke-35 itulah “Kepribadian Muhammadiyah” disahkan setelah
mengalami usul-usul penyempurnaan. Dengan demikian maka rumusan
“Kepribadian Muhammadiyah” ini adalah merupakan hasil yang telah
disempurnakan dalam Muktamar ke-35 setengah abad -pada tahun 1962, akhir
periode pimpinan HM. Yunus Anis.
B. Kepribadian Muhammadiyah
Sesungguhnya
kepribadian Muhammadiyah itu merupakan ungkapan dari kepribadian yang
memang sudah ada pada Muhammadiyah sejak lama berdiri. KH. Faqih Usman
pada saat itu hanyalah mengkonstantir -meng-idhar-kan apa yang
telah ada; jadi bukan merupakan hal-hal yang baru dalam Muhammadiyah.
Adapun mereka yang menganggap bahwa Kepribadian Muhammadiyah sebagai
perkara yang baru, hanyalah karena mereka mendapati Muhammmadiyah sudah
tidak dalam keadaan yang sebenarnya.
K.H. Faqih Usman sebagai seorang yang telah sejak lama berkecimpung
dalam Muhammadiyah, sudah benar-benar memahami apa sesungguhnya
sifat-sifat khusus (ciri-ciri khas) Muhammadiyah itu. Karena itu kepada
mereka yang berlaku tidak sewajarnya dalam Muhammadiyah, beliaupun dapat
memahami dengan jelas.
Yang benar-benar dirasakan oleh almarhum ialah bahwa Muhammadiyah
adalah Gerakan Islam, berdasar Islam, menuju terwujudnya masayarakat utama, adil dan makmur yang diridhai
Allah Subhanahu wata’ala, bukan dengan jalan politik, bukan dengan
jalan ketatanegaraan, melainkan dengan melalui pembentukan masyarakat,
tanpa memperdilikan bagamana struktur politik yang manguasainya; sejak
zaman Belanda, zaman militerisme Jepang, dan samapai zaman kemerdekaan Republik Indonesia.
Muhammadiyah tidak buta politik, tidak takut politik, tetapi
Muhammadiyah bukan organisasi politik. Muhammadiyah tidak mencampuri
soal-soal politik , tetapi apabila soal-soal politik masuk dalam
Muhammadiyah, ataupun soal-soal politik mendesak-desak urusan Agama
Islam, maka Muhammadiyah akan bertindak menurut kemampuan, cara dan
irama Muhammadiyah sendiri.
Sejak partai politik Islam Masyumi dibubarkan oleh presiden Sukarno,
maka warga Muhammadiyah yang selama ini berjuang dalam medan politik
praktis, mereka masuk kembali dalam Muhammadiyah. Namun karena sudah
terbiasa dengan perjuangan cara politik, maka dalam mereka berjuang dana
beramal dalam Muhammadiyah pun masih membawa cara dana nada politik
cara partai.
Oleh almarhum K.H. Faqih Usman dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada
saat itu, cara-cara demikian dirasakan sebagai cara yang dapat merusak
nada dan irama Muhammadiyah. Muhammadiyah telah mempunyai cara perjuangan yang khas. Muhammadiyah bergerak bukan untuk “Muhammadiyah’ sebagai golongan.
Muhammadiyah
bergerak dan berjuang untuk tegaknya Islam, untuk kemenangan kalimah
Allah, untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai
Allah Subhanahu wata’ala. Hanya saja Islam yang digerakkan oleh
Muhammadiyah adalah Islam yang sajadah, Islam yang lugas (apa adanya),
Islam yang menurut Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw; dana menjalankannya dengan menggunakan akal pikirannya yang sesuai dengan ruh Islam.
Secara leksikal, ‘kepribadian’ berasal
dari kata ‘pribadi’ yang berarti manusia sebagai perseorangan.
‘Kepribadian’ (dengan imbuhan ke-an) berarti sifat hakiki yang tercermin
pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dengan
orang lain atau bangsa lain. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
kepribadian Muhammadiyah ialah rumusan yang menggambarkan hakekat
Muhammadiyah, serta apa yang menjadi dasar dan pedoman amal usaha dan
perjuangannya, serta sifat-sifat yang dimilikinya. Narasi berikut ini
menjelaskan kepribadian Muhammadiyah yang diharapkan dapat menjadi
munthalaq (start pont), pedoman dan pijakan utama dalam merumuskan
kepribadian seorang muballigh Muhammadiyah, termasuk Muballigh di
kalangan mahasiswa.
Muhammadiyah adalah sebagai Gerakan
Islam dan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber
pada Al-Qur’an dan Sunnah. Secara fungsional Muhammadiyah merupakan alat untuk berjuang dan mencapai cita-cita mulia, terwujudnya
masyarakat utama, adil, makmur yang diridhoi Allah s.w.t. untuk
melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di
muka bumi, sebagaimana firman Allah s.w.t. :
بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ
“Sebuah negeri yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Rabb Yang Maha Pengampun.” (Saba’ : 15)
Untuk mencapai tujuan itulah
Muhammadiyah didirikan dengan bersendikan dua pilar gerakan utama; amar
ma’ruf dan nahi munkar,berdasarkan :
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Adakanlah dari kamu sekalian,
golongan yang mengajak kepada keIslaman, menyuruh kepada kebaikan dan
mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung
berbahagia.” (Ali Imran : 104)
Dalam perjuangan melaksanakan
usahanya menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah merumuskan prinsip-prinsip dasar segala gerak dan amal
usaha yang tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran Dasar berikut ini :
1. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ‘ibadah dan ta’at kepada Allah s.w.t.
2. Hidup manusia bermasyarakat.
3. Mematuhi
ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu
satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk
kebahagiaan dunia akhirat.
4. Menegakkan
dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada kemanusiaan.
5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad saw.
6. Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.
Dengan prinsip-prinsip dasar tersebut
maka, apapun yang diusahakan termasuk cara-cara atau sistem
perjuangannya, Muhammadiyah berpedoman : “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan
Rasul-Nya, bergerak membangun di segala bidang dan lapangan dengan
menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah.”
Kesemua rumusan tertera di atas
mengantarkan kita kepada sepuluh sifat-sifat dasar Muhammadiyah yang
wajib dipelihara dan diamalkan :
1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah
3. Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6. Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.
8. Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu
pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai
Allah s.w.t.
10. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana.
C. Memahami Kepribadian Muhammadiyah
Memahami Kepribadian Muhammadiyah berarti:
1. Memahami apa sebenarnya Muhammadiyah.
2. Karena Muhammadiyah ini sebagai organisasi,
sebagai suatu persyarikatan yang beraqidah Islam dan bersumber pada
Al-Quran dan Sunnah, maka perlu pula difahami, Islam yang bagaimanakah
yang hendak ditegakkan dan dijunjung tinggi itu, mengingat telah banyak
kekaburan kekaburan dalam Islam di Indonesia ini. Dan hal ini pulalah
yang hendak dipergunakan untuk mendasari atau menjiwai segala amal
usaha Muhammadiyah sebagai organsisasi.
3. Kemudian dengan sifat-sifat dan cara-cara yang
kita contoh atau kita ambil dari bagaimana sejarah da’wah Rasulullah
yang mula-mula dilaksanakan, itu pulalah yang kita jadikan sifat gerak
da’wah Muhammadiyah, dengan kita sesuaikan pada keadaan dan kenyataan
kenyataan yang kita hadapi.
D. Cara Menuntunkan Kepribadian Muhammadiyah
Tidak
ada cara lain dalam memberikan atau menuntunkan Kepribadian
Muhammadiyah ini, kecuali harus dengan teori dan praktek penanaman
pengertian dan pelaksanaan.
1. Penandasan atau pendalaman pengertian tentang da’wah atau bertabligh.
2. Menggembirakan dan memantapkan tugas berda’wah. Tidak merasa rendah diri (minder-waardig - Bld) dalam
menjalankan da’wah; namun tidak memandang rendah kepada yang bertugas
dalam lapangan lainnya (politik, ekonomi, seni-budaya dan lain-lain).
3. Keadaan mereka -para warga- hendaklah ditugaskan
dengan tugas yang tentu-tentu, bukan hanya dengan sukarela. Bila perlu
dilakukan dengan suatu ikatan, misalnya dengan perjanjian, dengan bai’at
dan lainlain.
4. Sesuai dengan masa itu, perlu dilakukan dengan
musyawarah yang sifatnya mengevaluasi tugas-tugas itu. Sesuai dengan
suasana sekarang, perlu pula dilakukan dengan formalitas yang menarik,
yang tidak melanggar hukum-hukum agama dan juga dengan memberikan
bantuan logistik.
5. Pimpinan Cabang, Ranting bersama-sama dengan
anggota-anggotanya memusyawarahkan sasaran-sasaran yang dituju,
bahan-bahan yang perlu dibawakan dan membagi petugas-petugas sesuai
dengan kemampuan dan sasarannya.
6. Pada musyawarah yang melakukan evaluasi,
sekaligus dapat ditambahkan bahan-bahan atau bekal yang diperlukan, yang
akan dibagikan kepada para warga selaku muballigh dan muballighot.
E. Kepribadian Warga Persyarikatan Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai ‘tenda besar’ segala
amal usaha dan gerak dakwah kita memiliki kepribadian, sifat-sifat dan
karakter dasar yang demikian kuat. Tentunya kita, kader Persyarikatan,
khususnya para muballigh/dai di kalangan mahasiswa, yang
menjadi agen utama perubahan umat kepada kebaikan dan penerus estapet
perjuangan Muhammadiyah dituntut untuk secara ikhlas dan sungguh-sungguh
memegang teguh (iltizam)serta committed dengan kepribadian warga Persyarikatan Muhammadiyah yang telah dirumuskan berikut ini;
1) Memahami hakekat Islam secara menyeluruh mencakup aspek akidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalat dunyawiyah; bersumberkan Al-Qur’an dan Sunnah Maqbulah.
2) Melandasi segala sesuatu dengan niat ikhlas mencari ridla Allah s.wt. semata-mata.
3) Mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh
dalam seluruh aspek kehidupannya, dan berusaha untuk menegakkan Islam
dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat
sehingga terwujud masyarakat utama yang diridlai oleh Allah s.wt.
4) Memiliki semangat jihad untuk memperjuangklan Islam.
5) Memiliki kemauan dan kesediaan untuk berkorban demi Islam baik korban waktu, harta, tenaga bahkan nyawa sekalipun.
6) Mempunyai keteguhan hati dalam mengamalkan,
menegakkan dan memperjuangkan Islam dengan arti kata tidak mundur karena
ancaman dan tidak terbujuk dengan rayuan dan selalu istiqamah dalam
kebenaran.
7) Mematuhi pimpinan dalam hal-hal yang disukai
dan tidak disukai selama berada dalam garis kebenaran. Apabila terjadi
perbedaan pendapat antara dia dan pimpinan dalam hal yang sifatnya mubah
atau ijtihad, dia akan mendahulukan pendapat pimpinan.
8) Mengamalkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan bermasyarakat.
9) Aktif dalam dakwah Islam (Muhammadiyah) secara murni dan penuh.
10) Bisa dipercaya dan mempercayai orang lain dalam organisasi.
Demikianlah Muhammadiyah telah berusaha
maksimal untuk mengkonstruksi karakter dan kepribadian warganya yang
diharapkan menjadi ’shibgah’ (celupan, warna dasar) yang menjadikannya unggul dalam berinteraksi dengan dirinya sendiri, umat dan sesama anak bangsa.
F. Kepribadian Kita dan Pergeseran Tata Nilai Umat
Setelah mencermati narasi kepribadian
Muhammadiyah dan Warga Muhammadiyah tertera di atas, ada baiknya kita
sandingkan dengan fakta dan orientasi kehidupan kekinian yang berubah
dalam durasi dan dengan akselarasi yang sangat cepat. Arus globalisasi
yang ditandai dengan revolusi teknologi di bidang komunikasi dan
transportasi telah berhasil ‘melipat’ belahan bumi serta mengeliminir
jarak dan selisih waktu antar negara.
Melalui kekuatan teknologi komunikasi
setiap peristiwa di belahan bumi manapun dapat direkam dengan baik,
teknologi transportasi telah mampu membuat seseorang untuk berada di
beberapa negara dalam waktu yang sedemikian singkat. Inilah yang
kemudian mengakhiri segala bentuk sekat-sekat budaya, ras, aliran,
ideologi dan bahkan agama di antara manusia sejagad.
Selain itu sistem kapitalisme global
semakin menjerat para pemimpin dan warga negara-negara berkembang, yang
nota bene-nya adalah umat Islam. Namun di sisi yang lain muncul
segelintir pemilik modal raksasa yang dapat menggerakkan kecenderungan
masyarakat umum ‘semaunya’ melalui impor budaya destruktif secara masal.
Masyarakat masuk ke sebuah tatanan kehidupan liberal yang individual,
materialistis, sekularistik dan hedonis.
Orientasi politik masyarakatpun tak terelakkan dari arus deras ini. Lembaga trias politica; eksekutif,
legislatif dan yudikatif terjebak pada kubangan pragmatisme dan
demokrasi liberal yang mengingkari fakta kehendak nurani umat yang
mayoritas. Dengan nalar demokrasi liberal masyarakat dicekoki dengan
berbagai produk legislasi yang berada di luar domain akal sehat.
Di tengah-tengah arus deras di atas kita
hidup. Dalam menghadapi arus kehidupan yang sedemikian deras, masyarakat
dunia, tak terkecuali umat Islam, khususnya kita di Indonesia ini, akan
berhadapan face to face dengan berbagai dampak dari era ini
dalam bentuk agresi ideologi, politik, ekonomi, budaya, intelektual dll.
yang semuanya ini dapat memarjinalkan dan menggerus konservasi kearifan
dan budi luhur serta nilai-nilai agama yang telah lama mereka pegang
dengan teguh.
G. Rekonstruksi Kepribadian Muballigh Mahasiswa
Dalam hemat pandangan kami, para aktivis
dakwah Muhammadiyah, terkhusus lagi muballigh dari kalangan mahasiswa,
diperlukan sebuah konstruksi kepribadian, karakter atau akhlaq yang
berbasis pada sejarah kenabian (sirah nabawiyah) sehingga kita memiliki autentisitas gerakan tabligh (dakwah) di tengah arus kehidupan modern yang sedemikian rupa.
Seringkali
tidak kita sadari bahwa kita memaknai aktivitas dakwah sebagai
aktivitas memperbaiki orang lain. Akibatnya, kita terjebak pada
’aktivisme’ yang bersifat rutin dan seringkali sangat menjenuhkan.
Bahkan kadang kita mengalami defisit stamina batin dan keropos
pertahanan spiritual. Padahal ini menjadi modal utama dalam
berdakwah/bertabligh. Perlu direnungkan baik-baik kecaman Allah s.w.t.
terhadap Bani Israel yang terlampau sibuk dengan orang lain dan
melupakan diri mereka sendiri :
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُون
“Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu
sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu
berpikir? (Al-Baqarah : 44)
Demikian pula ancaman Allah s.w.t. kepada kita, orang-orang beriman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman,
kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (Al-Shaff :2-3)
Kedua ayat tersebut mengajarkan kita
untuk membangun pondasi kepribadian yang kokoh sebelum menyuruh orang
lain melakukannya. Inilah kata kunci utama dalam merekonstruksi konsep diri bangunan kepribadian kita.
A. Kesimpulan
Muhammadiyah
adalah persyarikatan yang merupakan Gerakan Islam. Maksud gerakanya
ialah Dakwah Islam dan Amar Ma’ruf nahi Munkar yang ditujukan kepada dua
bidang: perseorangan dan masyarakat. ‘kepribadian’
berasal dari kata ‘pribadi’ yang berarti manusia sebagai perseorangan.
‘Kepribadian’ (dengan imbuhan ke-an) berarti sifat hakiki yang tercermin
pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang membedakan dirinya dengan
orang lain atau bangsa lain. “Kepribadian
Muhammadiyah” ini timbul pada waktu Muhammadiyah dipimpin oleh Bapak
Kolonel H.M. Yunus Anis, ialah pada periode 1959-1962.
Dengan
demikian, perlu difahamkan kepada warga Muhammadiyah: apakah
Muhammadiyah itu sebenarnya dan bagaimana cara
membawa/menyebarluaskannya. Menyebarkan faham Muhammadiyah itu pada
hakekatnya menyebarluaskan Islam yang sebenar-benarnya; dan oleh karena
itu, cara menyebarkannya pun kita perlu mengikuticara-cara Rasulullah
saw menyebarkan Islam pada awal pertumbuhannya.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, diperlukan pemahaman tentang kepribadian
kemuhammadiyahan agar tingkah laku kita lebih baik dan teratur sesuai
dengan pedoman tingkah laku yg di dasarkan oleh konsep dasar
kemuhammadiyahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Rabi’, Ibrahim M. Intellectual Origins of Islamic Resurgence in the Modern Arab World. Albany: State University of New York Press, 1996.
Auda, Jasser. Maqasid al-Syariah as Philosophy of Islamic Law: A Systems Approach. London: The International Institute of Islamic Thought, 1429H/2008 CE
Http://www,pedomanbermuhammadiyah.com
No comments:
Post a Comment